Selain penerapan lebih adil, pembenahan
sistem pajak mendesak disegerakan. Perlu insentif dan disisentif yang
konsisten.
Sistem perpajakan
di Indonesia mengandung cacat mendasar. Pertemuan tak etis petugas pajak dan
utusan perusahaan tak berhasil dihalangi oleh sistem pajak yang berlaku. Dengan
ketidak berhasilan seperti ini, maka Indonesia akan terus memproduksi "Bintang
Korupsi".
Kita telah
mengetahui bahwa Indonesia menggunakan sistem self-assesssment sebagai sistem
perpajakannya. Dengan sistem ini, masalah mulai muncul ketika petugas pajak
gemar "beranjangsana" memenuhi undangan wajib pajak atau malah
berinisiatif menemui wajib pajak, terutama yang tergolong kakap. Wajib pajak
nakal biasanya memilih membayar uang suap besar untuk petugas. Toh,
ditotal-total, jumlah yang dikeluarkan masih lebih kecil daripada bila ia
membayar dengan tarif normal.
Perselingkuhan
ini lah yang melahirkan kerugian besar untuk negara.
Semestinya
Direktorat pajak memberikan insentif berupa pengurangan tarif pajak untuk wajib
pajak lurus dan menambah tarif untuk yang lancung. Seperti "jalur
merah" dan "jalur biru" yang diberlakukan oleh Direktorat Bea
dan Cukai.
Perombakan sistem,
juga penindakan terhadap yang curang, akan mengurangi lahirnya orang pajak yang
suka mengamalkan aji-aji pagar makan tanaman.
Source: Majalah Tempo No.16 halaman 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar