Kamis, 12 Juli 2012

Agar 'Pagar' Tak Makan Pajak



Selain penerapan lebih adil, pembenahan sistem pajak mendesak disegerakan. Perlu insentif dan disisentif yang konsisten.
Sistem perpajakan di Indonesia mengandung cacat mendasar. Pertemuan tak etis petugas pajak dan utusan perusahaan tak berhasil dihalangi oleh sistem pajak yang berlaku. Dengan ketidak berhasilan seperti ini, maka Indonesia akan terus memproduksi "Bintang Korupsi".
Kita telah mengetahui bahwa Indonesia menggunakan sistem self-assesssment sebagai sistem perpajakannya. Dengan sistem ini, masalah mulai muncul ketika petugas pajak gemar "beranjangsana" memenuhi undangan wajib pajak atau malah berinisiatif menemui wajib pajak, terutama yang tergolong kakap. Wajib pajak nakal biasanya memilih membayar uang suap besar untuk petugas. Toh, ditotal-total, jumlah yang dikeluarkan masih lebih kecil daripada bila ia membayar dengan tarif normal.
Perselingkuhan ini lah yang melahirkan kerugian besar untuk negara.
Semestinya Direktorat pajak memberikan insentif berupa pengurangan tarif pajak untuk wajib pajak lurus dan menambah tarif untuk yang lancung. Seperti "jalur merah" dan "jalur biru" yang diberlakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai.
Perombakan sistem, juga penindakan terhadap yang curang, akan mengurangi lahirnya orang pajak yang suka mengamalkan aji-aji pagar makan tanaman.

Source: Majalah Tempo No.16 halaman 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar